Judul : Sepotong Senja Untuk Pacarku
Penulis : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit :Gramedia
Saya bersyukur pernah melihat senja yang sempurna. Waktu itu di sebuah bukit tepi laut. Melihat senja seperti menikmati keindahan yang saya tahu itu akan berakhir. Dia indah, tapi cuma sekejap, nggak abadi. Bahkan waktu itu saya enggan beranjak karena pengen bener-bener lihat mataharinya lenyap sempurna ditelan lautan. Langitnya warna oranye, menggerumbul kecil-kecil, lautnya berkilat-kilat memantulkan cahaya matahari, dan ada perahu melintas meski cuma terlihat seperti bayangan gelap. Di bawah ada batu-batu karang dihantam ombak berkali-kali. Sayangnya pemandangan seindah itu nggak bisa dilihat tiap hari.
Penulis : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit :Gramedia
Saya bersyukur pernah melihat senja yang sempurna. Waktu itu di sebuah bukit tepi laut. Melihat senja seperti menikmati keindahan yang saya tahu itu akan berakhir. Dia indah, tapi cuma sekejap, nggak abadi. Bahkan waktu itu saya enggan beranjak karena pengen bener-bener lihat mataharinya lenyap sempurna ditelan lautan. Langitnya warna oranye, menggerumbul kecil-kecil, lautnya berkilat-kilat memantulkan cahaya matahari, dan ada perahu melintas meski cuma terlihat seperti bayangan gelap. Di bawah ada batu-batu karang dihantam ombak berkali-kali. Sayangnya pemandangan seindah itu nggak bisa dilihat tiap hari.
Setelah baca buku ini, senja yang saya lihat
waktu itu jadi punya alasan untuk dijadikan pemandangan terindah selama hidup,
setidaknya sampai detik ini.
Buku ini adalah kumpulan cerpen SGA yang
kesemuanya adalah tentang senja. Cerpen utamanya “Sepotong Senja untuk Pacarku”
sebenarnya sudah ada di buku Senja dan Cinta yang Berdarah. Cerpen itu sendiri merupakan
trilogi yang dua cerpen lainnya ada di buku ini, yaitu “Jawaban Alina” dan
“Tukang Pos dalam Amplop”.
Kukirimkan sepotong senja ini untukmu Alina, dalam amplop yang tertutup rapat, dari jauh, karena aku ingin memberikan sesuatu yang lebih dari sekadar kata-kata. Sudah terlalu banyak kata di dunia ini Alina, dan kata-kata, ternyata, tidak mengubah apa-apa –Sepotong Senja Untuk Pacarku-
Serupa
dengan buku-buku SGA yang lain, buku ini juga menceritakan
tentang berbagai ironi dalam kehidupan. Seperti kebanyakan ironi, dia indah tapi sedih. Juga cinta Sukab kepada
Alina yang begitu besar, sampai-sampai dia mengirimkan senja yang kemudian
membuat seisi dunia kebingungan. Apa yang dilakukan Sukab untuk Alina bagi saya
merupakan penggambaran dari cinta yang begitu besar, yang sudah tidak peduli
akan seperti apa dibalasnya. Dengan memotong senja, Sukab mengambil salah satu keindahan dari dunia ini untuk dipersembahkan
kepada orang yang dicintainya.
Dan jawaban Alina serta apa yang dikatakan
tukang pos tentang senja yang dipotong Sukab adalah ironi lain lagi. Alina
tidak peduli dengan senja, sama sekali tidak peduli dengan cinta, apalagi
dengan cinta Sukab.
Yang Alina tahu dunianya hancur karena senja yang dikirim Sukab telah menyebabkan petaka
dan bencana.
Kita sama-sama tahu, keindahan senja itu, kepastiannya untuk selesai dan menjadi malam dengan kejam. Manusia memburu senja ke mana-mana, tapi dunia ini fana Sukab, seperti senja. Kehidupan mungkin bisa memancar gilang-gemilang, tetapi ia berubah dengan pasti –Jawaban Alina-
Selain trilogi senja, ada beberapa cerpen lain
yang juga tentang senja. Salah satu yang paling berkesan adalah Ikan Paus
Merah. Cerpen ini juga sebenarnya sudah ada di Senja dan Cinta yang Berdarah.
Cerpen Ikan Paus Merah adalah pengalaman tersedih saya dalam membaca sebuah
cerita. Dan mungkin cuma SGA yang bisa bikin cerita sedih sekaligus indah.
Jadi, kapanpun saya ingin sedih yang tetep indah saya bisa baca cerpen ini.
Lalu ada Kunang-Kunang Mandarin dan Rumah
Panggung di Tepi Pantai. Dua-duanya adalah imajinasi yang menurut saya sangat
kreatif. Yang satu bercerita tentang seorang peternak kunang-kunang dari kuku
orang mandarin yang sudah mati, sedangkan yang kedua adalah cerita tentang
satu-satunya penghuni rumah panggung yang menghadap ke pantai dimana semua
orang memiliki rumah panggung membelakangi pantai.
Buku ini, seperti senja, indah, sendu, sedih,
redup, dan bikin takjub. Baca buku ini
mungkin nggak sebanding dengan lihat senja secara langsung. Tapi setiap
cerita di buku ini, meskipun pendek, adalah sebuah sarana untuk memaknai senja
bukan hanya sebagai objek mati yang lumrah terjadi setiap hari. Dalam cerpen-cerpen di buku
ini, senja kerap digambarkan sebagai lambang sempurnanya keindahan, dan seindah-indahnya
kesempurnaan akan menjadi lebih mengesankan jika ia fana, seperti senja, seperti
hidup.
Kalau kita bisa mencintai yang kita miliki saja, dan tidak selalu mengharapkan yang tidak ada, barangkali hidup juga akan menjadi lebih mudah –Senja Hitam Putih-
0 comments