Dari dulu tiap ada orang nanya 'Kuliah
jurusan apa?' selalu berakhir klise dengan penjelasan yang semakin lama
seperti paragraf deskriptif yang disusun rapi untuk dibacakan tiap kali
diperlukan. Beruntunglah yang misalnya jawab manajemen, atau teknik
sipil, atau kedokteran, atau PGSD, atau pertanian, atau jurusan lain yang
setiap kali diperdengarkan –iya sih orangnya nggak langsung sampai ngerti mata
kuliahnya- senggaknya ada ‘gambaran’ di kepala mereka.
“Metrologi dan Instrumentasi”
Jurusan kuliah saya sering, bahkan hampir selalu
disalahartikan jadi disiplin ilmu lain.
“Oh, yang tentang cuaca itu ya?”
“Yang mempelajari perbintangan ya?”
Sejujurnya, dari detik pertanyaan kuliah jurusan apa? muncul,
saya udah menduga mereka akan ngomong gitu. Dan paragraf deskriptif tadi udah di ujung lidah siap untuk dibacakan. Mungkin kalo mau lebih kreatif paragraf
deskriptifnya bisa betulan diketik, difotokopi dan dibawa kemana-mana, jadi
kalo ada yang nanya kuliah jurusan apa langsung disodorin fotokopiannya. Tapi
atas nama sopan santun biarlah tetep diutarakan secara lisan.
Kembali ke judulnya. Saya berniat mengenalkan metrologi
sesederhana mungkin, dan sedekat mungkin. Masalah definisi mah bisa dicari di
google.
Ini adalah cara tercepat kalo ngenalin metrologi ke orang
awam. Pernah ke pom bensin? Nah di badan si pompa ukur BBM nya suka ada stiker
bertuliskan METROLOGI. Jadi stiker itu adalah bentuk komunikasi ke masyarakat
sebagai pengguna alat ukur bahwa alat itu udah ditera ulang atau secara
sederhana udah dijamin kebenarannya oleh yang berwenang.
Siapa yang berwenang?
Mereka disebut penera, kalo kegiatannya disebut menera
ulang. Disebut menera ulang karena memang kegiatan menera dilakukan secara
berulang tergantung jenis alat ukurnya. Untuk pompa bensin setahun sekali. Nah,
di stiker tadi kalo diperhatikan ada masa berlakunya. Jadi kalo udah lebih dari
masa berlaku, konsumen berhak nanyain ke babang pom bensin kenapa belum ditera ulang.
Apa cuma di pom bensin?
Nggak cuma di pom bensin. Semua alat ukur yang berhubungan dengan kemaslahatan orang banyak dilindungi oleh negara melalui penera. Sebenarnya metrologi yang saya jelasin ini adalah metrologi legal, ada lagi metrologi industri dan metrologi ilmiah. Metrologi industri dan metrologi ilmiah ini beda lagi ranah pekerjaannya, tapi intinya tetep sama, alat ukur.
Nggak cuma di pom bensin. Semua alat ukur yang berhubungan dengan kemaslahatan orang banyak dilindungi oleh negara melalui penera. Sebenarnya metrologi yang saya jelasin ini adalah metrologi legal, ada lagi metrologi industri dan metrologi ilmiah. Metrologi industri dan metrologi ilmiah ini beda lagi ranah pekerjaannya, tapi intinya tetep sama, alat ukur.
Timbangan beras, timbangan emas, jembatan timbang, tangki
ukur mobil, meteran kain, tangki ukur tongkang, daaan semua alat ukur yang
berhubungan langsung dengan kegiatan jual beli (seharusnya) dijamin oleh
negara. Pada prakteknya masih ada alat ukur yang nggak ditera ulang. Ironis kan
ya. Selain itu barang-barang yang diperjualbelikan dalam kemasan
juga dilindungi, istilahnya BDKT (barang dalam keadaan terbungkus). Penjualan
produk dalam kemasan harus mencantumkan berat atau nominal isi dari produk.
Sekarang ini seharusnya metrologi jadi lebih dekat dengan
masyarakat, karena beberapa waktu lalu ada UU no. 23 tentang pemerintahan
daerah mengatur kewenangan metrologi dipindah, yang sebelumnya di provinsi jadi
ke kabupaten/kota, kecuali provinsi DKI Jakarta. Dampak positifnya mungkin
dalam jangka panjang orang-orang di daerah jadi lebih kenal atau senggaknya
tahu metrologi, entahlah ya. Dampak negatifnya adalah metrologi kelabakan, baik
di pusat maupun daerah. Yang di daerah dituntut untuk mendirikan unit metrologi
legal, sedangkan salah satu syaratnya adalah harus ada SDM atau peneranya.
Masalahnya penera ini langka sekali. Sedangkan yang
di pusat kelabakan ngebantu daerah untuk mendirikan unit metrologi legal dengan
peraturan atau kebijakan-kebijakan. Pernah ditanya sama orang ditmet 'kamu kan lulusan metrologi kenapa nggak jadi penera aja?' Trus cuma bisa cengar-cengir nggak tau harus jawab apa. Takdir Pak.
Kalo dilihat skala kecil kedengarannya remeh ya. Misal beli
jeruk sekilo timbangannya melewati BKD jadi merugikan pembeli satu buah jeruk
tiap kilogram, atau beli beras misal jadi merugikan 50 gram tiap kilogram. Tapi
kalo dilihat skala besar kerugian pembeli ini bisa disalahgunakan oleh
penjual-penjual yang tidak bertanggung jawab, apalagi untuk komoditi yang
harganya lumayan seperti BBM.
Jadi tujuan tulisan ini nggak jauh-jauh sih, cuma ingin
memperkenalkan metrologi. Syukur rekan-rekan (((rekan-rekan))) bisa jadi
konsumen cerdas yang lebih teliti dalam bertransaksi. Ini udah kaya duta
PKTN. Haha. Jadi kalo beli apa-apa yang ditimbang atau diukur biar sedikit bikin
penjualnya insecure liat-liat alat ukurnya udah ada tanda teranya apa belum.
Biar saling mengingatkan dalam kebaikan. Atau bisa mengingatkan penjualnya untuk menera ulang timbangannya (kalo belum) supaya
dagangnya berkah.